Dalam tulisan ini dikemukakan suatu analisis Historis mengenai Sajarah Banten yang membahas mengenai kebenaran pendiri Banten yaitu Fatahillah dan mengenai Hasanuddin yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten dan ketiga yang menciri pokok sejarah modern. Selain itu adanya penguraian silsilah keturunan dalam garis naik dari Prabu Seda sampai Sangyang Kakalen.
Penyampaian secara konseptual.
Daerah-Daerah Nusantara dan Asia Tenggara umumnya memiliki kronik sejarah lokal dengan berbagai istilah: babad (Jawa), hikayat (Melayu), patturioloang (Makassar), prawatsat (Thai), bangsawatar (Kamboja), quoc-su (Vietnam), dan sebagainya. Penulisan kronik semacam itu umumnya bertujuan mempertinggi wibawa penguasa di mata rakyatnya, atau untuk memperoleh legitimasi bagi dinasti yang baru berkuasa. Fakta sejarah yang disajikan biasanya bercampur dengan dongeng dan mitos, sehingga kebenaran beritanya harus dikonfirmasikan dengan sumber sejarah yang lebih sahih.
Namun tradisi lokal itu tak dapat diabaikan sebagai salah satu sumber sejarah. Pada hakikatnya dongeng dan mitos sengaja ditambahkan untuk mengagungkan tokoh sejarah yang diceritakan. Jadi babad atau hikayat tersebut disusun berdasarkan fakta sejarah yang pernah terjadi. Adalah tugas para ahli untuk memisahkan fakta sejarah dari dongeng dan mitos yang membumbuinya.
Latar Belakang
Naskah Sajarah Banten, yang disusun tahun 1662-1663 dalam bentuk tembang macapat, merupakan obyek penelitian salah seorang putra terbaik Indonesia, Pangeran Aria Hoesein Djajadiningrat (1886-1960), sebagai disertasi doktor dalam bidang Bahasa dan Sastra Nusantara pada Universitas Leiden tahun 1913. Disertasi yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten itu dipromotori oleh Prof.Dr.Christiaan Snouck Hurgronje. Buku yang kini kita bicarakan adalah terjemahan disertasi itu, dalam rangka kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Volkenkunde (KITLV).
Disertasi Prof. Hoesein terdiri atas empat bab. Pada Bab Pertama diuraikan isi Sajarah Banten. Bab Kedua menganalisis bagian yang tergolong fakta sejarah, dan Bab Ketiga mengupas bagian yang berupa legenda. Dalam Bab Keempat Prof. Hoesein menerangkan ciri pokok penulisan sejarah Jawa.
Gaya penulisan Sajarah Banten mengikuti tradisi asli bangsa Aria, yaitu menceritakan suatu kisah melalui percakapan antara dua orang tertentu. Bentuk semacam ini banyak dijumpai pada karya sastra klasik India dan Persia. Misalnya, cerita Mahabharata yang disusun dalam bentuk percakapan Waisampayana kepada Janamejaya. Kisah 1001 Malam digubah melalui percakapan putri Syahrazad kepada raja Syahriar. Demikian pula Sajarah Banten merupakan percakapan antara dua orang yang bernama Sandimaya dan Sandisastra.
Latar Belakang Analisis Secara Konseptual
Sajarah Banten yang meliputi 66 pupuh dibagi Prof. Hoesein menjadi dua bagian. Bagian pertama (pupuh 1-16) isinya mirip dengan Babad Tanah Jawi: menceritakan Kerajaan Galuh dan Majapahit, penyebaran Islam oleh Wali Songo, serta tumbuhnya kerajaan-kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram. Bagian kedua (pupuh 17-66) khusus menceritakan Kerajaan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abulmafakhir, dan Sultan Abulfath Abdulfattah (Sultan Ageng Tirtayasa). Diuraikan juga perluasan pengaruh Banten ke Sumatera bagian selatan, serta hubungan Banten dengan Mataram.
Yang dianalisis oleh Prof. Hoesein hanya bagian kedua Sajarah Banten—bagian yang berhubungan dengan negeri itu. Semua berita diuji kebenarannya dengan menggunakan sumber sejarah yang lain sebagai pembanding. Begitu cermatnya Prof. Hoesein meneliti pupuh demi pupuh, sehingga tidaklah aneh jika gelar doktor tahun 1913 itu beliau raih dengan pujian (cum laude).
Oleh sebab itu penganalisa yang akan dilakukan melalui tahapan – tahapan seperti penelusuran sejarah Banten yang bersumber dengan naskah – naskah yang terdapat didalam buku – buku sumber. Yang mana akan sangat mendukung dalam penganalisisan ini maka tidak untuk melupakan bahwa sumber yang sebelumya belum ditemukan, adanya kekeliruan dari sumber – sumber tersebut, dan adanya interprsestasi baru terhadap fenomena yang ada.
Analisis
Disertasi Hoesein Djajadiningrat bukan merupakan karya historiografi sepenuhnya, tetapi karyanya itu dianggap sebagai historiografi modern karena Hoesein telah menggunakan prinsip-prinsip historiografi modern yaitu telah menggunakan metode kritik teks (internal dan eksternal) untuk memisahkan aspek – aspek historis dan non-historis. Cara kerja Dr. Hoesein Djajadiningrat selain kritik teks adalah dengan melakukan studi filologis, yaitu ilmu yang mempelajari naskah atau teks kuno. Untuk mendapatkan sumber yang benar Hoesein membandingkan dari jenis tulisannya, angka tahun dibuatnya tulisan itu, dilihat bahan kertasnya dicek secara kimiawi lalu dicek kebenaranya dengan cara membandingkan dengan naskah barat yang sejaman sampai didapatkan data yang otentik.
Dengan mempertimbangkan catatan Portugis dan Belanda mengenai Banten, dan keterangan diatas maka analisis isi Sajarah Banten bagian kedua yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Penyebaran Islam di Jawa Barat dilakukan pertama kali oleh Sunan Gunung Jati dan putranya, Maulana Hasanuddin.
2. Kemudian Hasanuddin menjadi raja Banten yang pertama (1552-1570).
3. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin, Banten menaklukkan Pakuan Pajajaran.
4. Maulana Yusuf digantikan putranya, Maulana Muhammad (1580-1596), yang gagal menaklukkan Palembang.
5. Penyerangan ke Palembang yang menyebabkan gugurnya Maulana Muhammad bertepatan dengan kedatangan orang Belanda yang pertama kali di pelabuhan Banten pada bulan Juni 1596.
6. Kemudian Banten diperintah putra Maulana Muhammad, Pangeran Ratu (1596-1651).
7. Belanda merebut Jaketra (Jakarta) tahun 1619.
8. Usaha Susuhunan Mataram untuk mengusir Belanda dari Jaketra tahun 1628-1629 menemui kegagalan.
9. Pangeran Ratu mengutus duta kepada Sarip Jahed di Mekkah yang mewakili Sultan Rum (Turki) untuk meminta gelar sultan.
10. Pangeran Ratu memperoleh gelar Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, raja di Jawa yang pertama kali memakai gelar sultan. Pada saat Sajarah Banten disusun tahun 1663,
11. Banten diperinah oleh cucu Pangeran Ratu, Sultan Abulfath Abdulfattah (Sultan Ageng Tirtayasa) yang sedang gigih melawan Belanda.
Daftar Pustaka:
Djajadiningrat, Hoesein. 1913/1983. Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten. (terj.). Jakarta: Penerbit Djambatan.
0 comments:
Post a Comment